GL Trans - Kali ini Keraton Kasepuhan Tampil Beda Dengan gaya yang lebih modern. ayuk kita langsung liat saja apa yang baru
Keraton ini terletak di Jl. Kasepuhan 43, Lemahwungkuk, Kota Cirebon dan bisa dikunjungi dari pukul 8 pagi sampai 6 sore.
Sesampai di depan keraton, kita akan diarahkan untuk parkir di bagian
depan yang merupakan alun-alun keraton. Tempat parkir ini cukup luas,
hanya saja kurang terawat karena rumputnya tinggi dan tanahnya tidak
rata. Oh ya, parkir kendaraan ini bertarif 10 ribu rupiah.
Setelah membeli tiket dan melewati pemeriksaan di pintu gerbang, seorang petugas pemandu wisata menawarkan jasanya. Kami pun mengiyakan untuk bantuan guide ini. Tarifnya sukarela karena enggak ada patokan di loket tiketnya. Mengapa memilih pakai guide? Biar tahu kisah tempat yang saya tuju. Jadi enggak cuma dolan tapi dapat juga pengetahuan
Memasuki area keraton kita akan melewati pintu gerbang atau Candi Bentar menuju ke Siti Hinggil. Yang merupakan bangunan tinggi dengan tembok bata kokoh mengelilingi.
Sampai kini, setahun dua kali tempat ini difungsikan, yaitu saat perayaan Hari Raya Idul fitri dan Idul Adha dimana gamelan Sekaten dibunyikan.
Selanjutnya kita akan melewati gerbang berikutnya dan menemui Halaman
Pengada yang dulunya berfungsi sebagai tempat menambatkan kuda. Dan ada
Langgar Agung di sisi kanannya yang dulunya berfungsi sebagai tempat
beribadah kerabat keraton.
Lanjut ke arah dalam di sisi kiri ada Museum Pusaka, bangunan baru yang diresmikan oleh Presiden Jokowi tahun lalu
Kemudian akan nampak di depan kita Taman Dewandaru yang berukuran 20
meter persegi dengan bentuk melingkar. Dimana di taman ini ada pohon
Soko, sepasang meriam (Ki Santomo dan Nyi Santoni) dan dua ekor macan
putih (lambang kerajaan Pajajaran)
Sementara, di sisi kanan taman ada Bangsal Keraton dan Langgar Alit.
Serta di sisi kiri ada bangunan Sri Menganti (tempat menunggu keputusan
Sultan).
Berikutnya di depan taman adalah bangunan utama tempat Sultan melakukan
kegiatan kesultanan. Tempat ini tidak dibuka untuk umum untuk mencegah
kerusakan lantaran sampai sekarang tempat ini masih digunakan.
penampakan luar bagian induk keraton
![]() |
bagian dalam bangunan induk keraton (saya foto dari balik jendela) |
Mengarah ke sebelah kiri kita akan menuju Dalem Agung Pakungwati dimana
di di sisi kanan akan kelihatan beberapa rumah kerabat keraton yang
berada di lingkungan dalam, sehingga kelihatan sedikit mengganggu
pemandangan. Saran saya buat pengelola: kalau bisa diberi pagar pembatas
sehingga jelas antara bangunan keraton dan rumah kerabat yang berbentuk
biasa...
Setelah melewati halaman yang luas, ada sebuah bangunan megah, Bangsal
Pagelaran yang dibangun saat diselenggarakan Festival Keraton Nusantara
kedua pada 997.
Mengarah ke kiri, ke Patilasan Dalem Agung Pakungwati, kita harus
membayar tiket masuk lagi sebesar 10 ribu/orang. Entah kenapa tiketnya
bisa terpisah dengan yang di pintu masuk depan. Saya juga baru tahu
kalau di sini bayar lagi. Mungkin agar tidak memberatkan pengunjung
karena jika digabung akan kemahalan.
Hmm, tapi kalau tiket jadi satu tentu lebih memudahkan wisatawan, karena bayar sekalian. Apakah mungkin karena dikelola oleh garis keturunan yang berbeda? Entahlah!
FYI, Keraton Kasepuhan dikelola oleh pihak keraton sendiri dengan Sultan sebagai Kepala Adatnya, jadi bukan pemerintah pengelolanya.
Hmm, tapi kalau tiket jadi satu tentu lebih memudahkan wisatawan, karena bayar sekalian. Apakah mungkin karena dikelola oleh garis keturunan yang berbeda? Entahlah!
FYI, Keraton Kasepuhan dikelola oleh pihak keraton sendiri dengan Sultan sebagai Kepala Adatnya, jadi bukan pemerintah pengelolanya.
Setelah melewati pintu gerbang yang kecil, kita akan melewati dinding
berbatu bata yang masih kokoh meski telah berusia ratusan tahun dengan
jalan setapak yang ber-paving rapi. Ada beberapa pohon besar yang menaungi area yang tak kalah tua usianya dengan bangunan keratonnya.
Ada juga beberapa sumur, yang dipercaya bisa memberikan keberkahan bagi
yang meminumnya/berwudhu/mandi di situ. Dan pengunjung bisa menikmati
kesegaran airnya baik di tempat maupun jika ingin dibawa pulang. Ada
petugas yang menjaga yang meminta jasa 10 ribu untuk per botol/1 liter.
Oh ya, di beberapa tempat ada yang meletakkan kotak/kardus sebagai
sumbangan sukarela uang kebersihan. Padahal lingkungan di sekitar nampak
kurang terawat. Rumput dan semak yang tinggi dan tak terpelihara rapi
juga nampak di sana sini. Sayang sekali!
Di area yang sama ada Sumur Kejayaan dimana terdapat Petilasan P.
Cakrabuana dan Petilasan Sunan Gunung Jati. Di sini perempuan dilarang
masuk, karena hanya khusus untuk kaum laki-laki.
Kembali ke area depan, kami pun menyinggahi Museum Pusaka Keraton
Kasepuhan yang diresmikan Presiden Jokowi pada 18 September 2017.
Bangunan luar museum nampak megah berdesain senada dengan bangunan di
area keraton lainnya. Tiket memasuki museum sebesar 25 ribu/orang.
Bangunan modern dan koleksi yang keren segera menyapa kita begitu memasuki bagian dalamnya.
Ada koleksi keris pada era Cirebon Awal Panembahan Girilaya. Koleksi
keramik Cina peninggalan Putri Ong Tien (istri Sunan gunung Jati). Juga
Kereta Kencana Singa Barong yang mendapat penghargaan sebagai kereta
kencana tercantik di dunia dari UNESCO.
Kereta ini dibuat pada abad ke-15 sebagai lambang persahabatan. Kereta
cantik ini memiliki bentuk yang unik, Ada kepala naga dengan belalai
gajah, dan sebuah sayap pada badan naga tersebut, sementara ketika
keluarga kerajaan menaikinya, kereta Singa Barong harus ditarik oleh 4
ekor kerbau putih.
Kepala naga merupakan lambang negeri Cina, belalai gajah merupakan
perlambang bangsa Hindu di India, sebab sebelum masuknya Islam ke tanah
Jawa, tanah Cirebon dikuasai oleh penganut agama Hindu, sedangan sayap
dan badan buroq merupakan perlambang negara Mesir. Pada bagian belalai
naga, terdapat sebuah trisula. Trisula ini melambangkan rasa, cipta,
serta karsa manusia! Hm, betapa saat itu toleransi sudah membumi di
negeri ini yaa!
Selain itu, terdapat lapisan serbuk emas dan intan pada tubuh kereta
sehingga menjadikannya lebih indah ketika dipandang. Kereta ini memiliki
roda yang tak kalah hebat juga. Karena rodanya bisa berputar 90 derajat
sehingga lebih gampang untuk berbelok ke mana-mana. Juga sayap dari
Kereta Kencana ini bisa dikepakkan dari atas ke bawah. Hebat
perancangnya!
Yang pasti karena usia, kereta tidak diperkenankan dipakai lagi. Dan kini sudah ada replika kereta yang pada saat ada acara, dikeluarkan oleh pihak keraton. Tapi, replika ini tak bisa menyamai persis kebisaan dari sang Kereta Kencana Singa Barong tadi.
Beberapa koleksi lain di Museum Pusaka Keraton Kasepuhan diantaranya:
Yang pasti karena usia, kereta tidak diperkenankan dipakai lagi. Dan kini sudah ada replika kereta yang pada saat ada acara, dikeluarkan oleh pihak keraton. Tapi, replika ini tak bisa menyamai persis kebisaan dari sang Kereta Kencana Singa Barong tadi.
Beberapa koleksi lain di Museum Pusaka Keraton Kasepuhan diantaranya:
![]() |
Gamelan Sekaten, dibuat tahun 1495 M |
![]() |
Lukisan Maharaja Prabu Siliwangi, 3 dimensi, matanya bisa mengikuti kita |
Juga koleksi lainnya diantaranya: rebana peninggalan Sunan Kalijaga,
gamelan Kodok Ngorek peninggalan Sunan Kalijaga, Meriam Mongolia, baju
zirah prajurit Keraton Kasepuhan, Batu Peluru Bandil, Ukiran Wayang Ki
Togog dan Ki Semar, berbagai senjata dari daerah lainnya, Ruang Pusaka
Sunan Gunung Jati (buka hanya tiap hari Minggu saja) dan beraneka
koleksi lainnya.
Meski tak terlalu luas areanya, tapi karena penataan yang optimal dan efisien, museum ini termasuk dalam kategori keren!
Begitu keluar ke arah pintu luar, di tengah gerimis yang menghadang,
saya sekeluarga pun puas telah mendatangi salah satu warisan budaya
Indonesia yang sampai kini masih terjaga. Teriring doa semoga ke
depannya, pengelolaan Keraton Kasepuhan Cirebon ini lebih ditingkatkan
lagi. Dengan memperhatikan masalah kebersihan area, perawatan berkala
pada bangunan dan benda peninggalan, penambahan fasilitas seperti toilet
yang lebih layak dan penataan area agar wisatawan makin nyaman saat
datang.
Sebagai penutup, mari kita hormati leluhur dan rawat peninggalannya, begitu pesan yang disampaikan oleh Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat di bagian depan museum.
Sebagai penutup, mari kita hormati leluhur dan rawat peninggalannya, begitu pesan yang disampaikan oleh Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat di bagian depan museum.
0 komentar:
Posting Komentar